PPN Pakai DPP Nilai Lain, Gimana dengan DPP PPh?

https://epajak.or.id/ PPN Pakai DPP Nilai Lain, Gimana dengan DPP PPh? Dalam dunia perpajakan Indonesia, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) menjadi elemen kunci dalam perhitungan kewajiban pajak, termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Sering kali, penerapan DPP Nilai Lain menjadi topik pembahasan, terutama setelah diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024. Artikel ini akan mengupas perbedaan mendasar dalam penggunaan DPP untuk PPN dan PPh serta dampaknya pada praktik perpajakan di Indonesia.


Apa Itu DPP Nilai Lain?

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain adalah metode perhitungan PPN yang tidak berdasarkan harga jual barang atau jasa secara langsung, melainkan pada nilai tertentu yang ditetapkan oleh regulasi. Ketentuan ini dirancang untuk mempermudah perhitungan pajak dalam situasi di mana nilai transaksi sulit ditentukan secara akurat. Dalam konteks PMK 131/2024, DPP Nilai Lain untuk PPN ditetapkan sebesar 11/12 dari harga jual atau penggantian transaksi.

Penggunaan DPP Nilai Lain bertujuan untuk:

  1. Menyederhanakan penghitungan PPN dalam transaksi tertentu.
  2. Mengurangi potensi sengketa perpajakan, terutama dalam transaksi dengan nilai ambigu.
  3. Meningkatkan kepastian hukum bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang wajib memungut PPN.

Namun, penerapan DPP Nilai Lain ini hanya berlaku untuk penghitungan PPN, dan tidak berlaku untuk PPh, termasuk PPh Pasal 23.


Bagaimana dengan DPP PPh?

Berbeda dengan PPN, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk PPh selalu mengacu pada nilai transaksi bruto atau penghasilan kena pajak. Dalam hal ini, DPP PPh tidak mengenal konsep “nilai lain” seperti pada PPN. Perhitungan DPP PPh lebih sederhana dan langsung merujuk pada:

  • Jumlah bruto penghasilan untuk pemotongan atau pemungutan pajak.
  • Laba bersih yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk penghitungan pajak badan.

Pengaturan ini bertujuan untuk menjaga keadilan dan konsistensi dalam pengenaan pajak penghasilan, baik bagi individu maupun badan usaha.


baca juga

PMK 131/2024 dan Implementasi DPP Nilai Lain

PMK 131/2024 menetapkan bahwa DPP Nilai Lain sebesar 11/12 dari harga jual berlaku khusus untuk penghitungan PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP), kecuali untuk barang mewah. Regulasi ini bertujuan untuk:

  1. Menyederhanakan penghitungan PPN bagi PKP dalam transaksi tertentu.
  2. Memastikan pengenaan PPN tetap berjalan, meskipun nilai transaksi sulit ditentukan.

Namun, ketentuan ini tidak memengaruhi mekanisme perhitungan PPh. Sebagai contoh, untuk transaksi yang juga dikenakan PPh Pasal 23, DPP PPh tetap mengacu pada nilai transaksi bruto tanpa perubahan.


Studi Kasus: Penghitungan PPN dan PPh

Berikut adalah simulasi penerapan DPP Nilai Lain pada transaksi jasa:

Kasus:

  • PT A (PKP) memberikan jasa konsultasi kepada PT B dengan nilai transaksi Rp12.000.000 (belum termasuk pajak).
  • Jasa konsultasi dikenakan PPN sebesar 12% dan PPh Pasal 23 sebesar 2%.

Perhitungan PPN:

  • DPP PPN: Rp12.000.000 × (11/12) = Rp11.000.000
  • PPN Terutang: Rp11.000.000 × 12% = Rp1.320.000

Perhitungan PPh Pasal 23:

  • DPP PPh: Rp12.000.000
  • PPh Pasal 23 Terutang: Rp12.000.000 × 2% = Rp240.000

Hasil penghitungan menunjukkan bahwa PPN menggunakan DPP Nilai Lain, sedangkan PPh tetap berdasarkan nilai transaksi bruto.


Mengapa DPP Nilai Lain Tidak Digunakan untuk PPh?

Terdapat beberapa alasan mengapa pendekatan nilai lain tidak diterapkan dalam perhitungan PPh:

  1. Karakteristik PPh yang Berbeda
    PPh dihitung berdasarkan penghasilan nyata yang diterima atau diperoleh wajib pajak. Hal ini berbeda dengan PPN, yang merupakan pajak atas konsumsi dan lebih fleksibel dalam pendekatan perhitungannya.
  2. Kebutuhan Transparansi
    Penggunaan DPP bruto untuk PPh memastikan transparansi dalam pelaporan pajak. Nilai bruto mencerminkan pendapatan sesungguhnya tanpa modifikasi, sehingga mengurangi potensi manipulasi.
  3. Keberlanjutan Sistem Perpajakan
    Penetapan DPP bruto pada PPh memastikan stabilitas penerimaan negara, karena penghasilan yang dilaporkan langsung mencerminkan aktivitas ekonomi yang terjadi.

Dampak pada Wajib Pajak dan Pengusaha

Penerapan DPP Nilai Lain untuk PPN dan penggunaan DPP bruto untuk PPh memiliki dampak signifikan bagi wajib pajak:

  1. Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP):
    • PPN lebih mudah dihitung untuk transaksi dengan nilai ambigu.
    • Tidak ada perubahan signifikan pada penghitungan PPh, sehingga wajib pajak tetap menggunakan metode perhitungan yang sudah familiar.
  2. Bagi Pemerintah:
    • Kebijakan ini meningkatkan efektivitas pemungutan pajak tanpa mengubah mekanisme dasar penghitungan PPh.
    • Reformasi perpajakan ini membantu meningkatkan tax ratio dan penerimaan negara.
  3. Bagi Konsumen dan Wajib Pajak Individu:
    • Konsumen harus membayar PPN berdasarkan DPP Nilai Lain, yang dapat sedikit lebih rendah dibandingkan nilai transaksi sebenarnya.
    • Wajib pajak individu yang menerima penghasilan tetap tunduk pada penghitungan PPh berbasis nilai bruto.

Kesimpulan

DPP Nilai Lain yang diatur dalam PMK 131/2024 merupakan inovasi dalam penghitungan PPN yang memberikan fleksibilitas bagi PKP. Namun, mekanisme ini tidak diterapkan pada PPh, yang tetap menggunakan pendekatan nilai bruto untuk menjaga transparansi dan keadilan dalam sistem perpajakan.

Kebijakan ini mencerminkan langkah strategis pemerintah dalam menyelaraskan aturan perpajakan dengan kebutuhan ekonomi dan administrasi yang dinamis. Dengan pemahaman yang tepat mengenai perbedaan DPP untuk PPN dan PPh, wajib pajak dapat memastikan kepatuhan dan efisiensi dalam pengelolaan kewajiban perpajakan mereka.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top